Dari sebuah radio Islam terdengar sebuah acara pembacaan al Quran secara interaktif dari para pendengar via telepon. Setelah menyelesaikan bacaannya, pemandu acara kemudian mengoreksi bacaan yang dibaca dari sisi tajwid dan makhraj huruf si penelepon. Tentu acara semacam ini adalah acara yang sangat positif dalam rangka menumbuhkan semangat membaca al Quran dan membumikan nilai serta pesan-pesannya di tengah masyarakat, khususnya generasi mudanya.
Namun yang mengejutkan adalah di saat pemandu acara menyalahkan seorang penelpon yang menutup bacaan al Quran nya dengan bacaan Shadaqallahul 'Adhim. sebuah bacaan yang sangat akrab di telinga kita sebagai bentuk pengakuan kita, bahwa apa yang ada di dalam al Quran adalah merupakan wahyu Allah yang Maha Benar.
Apa alasan pemandu acara menyalah¬kan hal itu? Sederhana sekali, karena tidak ada tuntunan (baca; hadis Shahih) yang menjelaskan hal itu dari Nabi Muhammad Saw. Tentu pertanyaan berikutnya tidak sesederhana jawaban yang telah dikemuka¬kan, sebab tidak hanya berhubungan de¬ngan satu atau dua masalah namun banyak sekali yang kemudian kita katakan tidak boleh, dengan alasan bid'ah (mengada-ada) dalam agama.
Pertanyaan tersebut adalah; apakah se¬tiap hal yang kita lakukan haruslah berda¬sarkan tuntunan dan contoh dari pembawa agama ini, yaitu Rasulullah Saw? Untuk menjawab hal itu kita harus mencermati beberapa mukaddimah berikut:
Pertama, Islam adalah agama yang dipersiapkan oleh Allah SWT sebagai agama terakhir yang dibawa oleh Nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad Saw. Artinya tidak ada lagi agama dan nabi setelah beliau, konsekuensinya adalah agama Islam haruslah mampu menyelesai¬kan berbagai problema manusia, baik sebagai pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat yang muncul sepanjang masa.
Kedua, Ibadah di dalam Islam diklasifi¬kasikan dalam dua kategori, Ibadah khu¬sus, murni atau mahdhah, yaitu ritual yang diajarkan secara terperinci tentang waktu, cara dan syarat-syaratnya oleh Allah SWT melalui Nabi-Nya dalam rangka ekspresi penghambaan kita kepada Allah dan upaya mendekatkan diri kepada-Nya.
Kategori kedua adalah ibadah umum atau ghayru mahdhah, yaitu semua tinda¬kan dan aktifitas yang dilakukan dengan motivasi sebagai sarana penunjang agar da¬pat menjalankan ibadah mahdhah dengan lebih sempurna, sehingga layak pula men¬jadi media untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan kerelaan-Nya. Walaupun tidak ada perincian tata ca¬ranya secara khusus namun ia tidak berten¬tangan dengan koridor umum yang ada di dalam Islam dan bahkan termasuk bagian yang diharapkan di dalam Islam.
Untuk kata bid'ah hanya berlaku pada kategori pertama, dimana ibadah dengan makna khusus ini haruslah didasarkan pada tuntunan secara khusus dari Allah SWT melalui penjelasan Nabi dalam Sunnahnya, di saat tidak ada tuntunan maka kita diang¬gap mengada-ada dan menambah ajaran Rasulullah Saw atau dengan kata lain me¬nisbatkan sesuatu yang tidak pernah beliau sampaikan dan ajarkan. Seperti mencipta¬kan salat baru, puasa baru baik dengan ca¬ra baru atau pada waktu tertentu yang tidak pernah dijelaskan dalam Sunnah Rasul Saw.
Kembali ke soal Shadaqallahul 'adhim, sekalipun tidak dianggap sebagai ibadah jenis pertama, namun tidak ada larangan dalam agama untuk membaca hal itu, bah¬kan ia adalah sesuatu yang terpuji karena diharapkan dalam agama. Sebab jika hal itu tidak diharapkan dalam agama, maka apakah berarti lawannya yang diharapkan, yaitu Allah Tidak Benar dalam Firman-Nya? Tentulah tidak demikian.
Begitu pula dengan berbagai metode dan cara yang kita lakukan di dalam kehi¬dupan keseharian kita banyak sekali yang masuk ke dalam kategori ke dua, misalnya berolahraga. Memang tidak ada cara khu¬sus yang ditentukan di dalam al Quran atau pun Sunnah Nabi tentang olah raga terten¬tu seperti Yoga.
Namun karena olahraga seperti Yoga adalah sarana untuk menjadikan tubuh kita sehat dan menjaga kesehatan, sesua¬tu yang sangat diharapkan di dalam agama Islam, bahkan tak kalah dengan keharusan manusia menjaga kesehatan rohaninya. Sehingga di saat orang sedang sakit demi untuk memulihkan kesehatannya dalam waktu yang cepat agama menggugurkan sebagian kewajiban seperti puasa, wudhu atau mandi namun ia harus puasa di hari yang lain dan melakukan tayammum untuk pengganti wudhu dan mandinya.
Maka seorang yang berolahraga dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan kerelaannya agar tetap sehat dan dapat melaksanakan ibadah mahdhah dengan lebih sempurna, maka ia telah dianggap melaksanakan ibadah dengan olah raga yang ia lakukan.
Tentu di saat olahraga itu membaha-yakan tubuh, bertentangan dengan aturan Islam, misalnya berkenaan dengan penutupan aurat atau terdapat praktik judi di dalamnya, maka ia menjadi tidak boleh karena faktor-faktor lain yang memang dilarang di dalam agama.
Berkenaan dengan Yoga sejauh pengetahuan yang kami dapatkan juga demikian ia tidak lebih adalah sarana untuk menjaga kesehatan tubuh dan psikis dengan pengaturan nafas dan konsentrasi. Maka selama tidak ada unsur yang diharamkan di dalam agama, tidak ada kata-kata dan bacaan yang dapat menge¬luarkan kita dari pada keimanan kepada Allah Swt, tidak ada yang memberikan konsekuensi, bahwa kita telah menjadikan sekutu bagi Allah Swt, maka termasuk hal yang boleh-boleh saja.
Ini merupakan salah satu ciri Islam sebagai agama terakhir untuk sepanjang masa sebagaimana disebutkan pada mukaddimah pertama, dimana Islam tidak pernah menolak metode dan praktik baru, budaya bangsa lain yang tidak bertenta¬ngan dengan Islam, artinya masih tidak bertabrakan dengan koridor umum di dalam Islam. Sehingga ajaran dan tuntu¬nan Nabi Muhammad Saw itu tidak perlu menyebutkan semua yang akan terja¬di sampai hari kiamat, karena itu sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam kehidu¬pan Nabi yang hanya 23 tahun setelah beliau menerima wahyu pertama hingga beliau wafat.
Kalau ada yang memprotes dengan alasan bahwa itu bersumber dari tempat lain selain tempat lahirnya Islam dan dipengaruhi oleh agama lain, maka jawabannya bisa kita katakan, bahwa tidak ada larangan dalam Islam untuk mengadopsi tata cara dan metode yang tidak berhubungan dengan ibadah khusus dari tempat lain, apalagi yang mengandung manfaat positif dan nilai-nilai universal. Tentunya sekali lagi selama tidak me¬ngandung unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Tapi bukankah Islam adalah agama yang lengkap yang tentunya telah memberikan solusi pada semua problema? Misalnya untuk mencari ketenangan mental spiritual bukanlah Islam mengajar¬kan kita salat untuk itu. Ya mungkin tidak bisa dipungkiri, bahwa salah satu manfaat salat itu adalah dapat menenangkan diri dan jiwa, tapi tentu itu tidak meniscayakan larangan pada praktik dan aktifitas lain yang juga mendatangkan manfaat yang sama. Selama tentunya kita tidak berkeyakinan, bahwa Yoga dapat menjadi alternatif salat. Kalau sampai demikian tentu sebuah kesalahan besar, karena salat tidak hanya untuk menenangkan jiwa. Wallahu a'lam.
taken from:adilnews.com
Kenapa Kinerja Bisnis Unilever Anjlok padahal Katanya SDM Bagus?
-
Harga saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) telah mengalami penurunan yang
signifikan dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Hal ini menjadi sorotan
di ...
6 hari yang lalu
Makasih mas rantong dah mengingatkan...
halo mas anam gman kbar nya??
Alhamdulillah kabar baik khasan? gimana diBantul/jejeran masih sering ada goyangan gempa ga?
Wawasan yg menarik. kalo saya termasuk setuju dg ustadz yg memandu acara itu (siapapun beliau). Alasannya simple, firman Allah sudah benar dengan sendirinya tanpa kita perlu benarkan. Ayat Qur'an sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan kebenaran (laa raiba fiihi), tanpa harus kita tambahi bacaan apapun menyertainya, sesudah ataupun sebelumnya. sekedar urun rembug :-)
Comment Form under post in blogger/blogspot